Jumat, 07 Oktober 2022

Kisah Hana Yang Memilukan

Balasan Itu Nyata Adanya.

Aku dan Abi sudah berhubungan dua tahun. Dia seniorku di kampus. Setelah lulus, Abi bekerja di kota, aku memilih membagikan ilmu ku di kampung halaman, menjadi guru honorer di sebuah SD negeri.

Kedua belah keluarga sudah memberi restu. Kami juga sudah merasa cocok. Setelah biaya pernikahan terkumpul, kami akan segera melangkah ke pelaminan.

Abi dan keluargaku tidak suka dengan keputusanku, karna gaji guru honorer tidak sebanding dengan biaya yang sudah orang tuaku keluarkan untuk kuliah.

Abi ingin aku menyusul ke kota, katanya ada lowongan pekerjaan di sebuah SD swasta favorit dengan gaji yang lumayan. Walaupun ragu, tapi akhirnya aku berangkat juga.

Singkat cerita, aku sudah bekerja dan tinggal di Kota. Hari-hariku sibuk dengan anak-anak didik ku yang kebanyakan anak-anak bule.

Dengan gaji yang lumayan besar, aku bisa menabung untuk pernikahanku dangan Abi. Kami menabung bersama, kredit rumah dan juga membeli perlengkapan rumah sedikit demi sedikit. Itu semua kami lakukan agar setelah menikah, kami bisa fokus menabung untuk pendidikan anak. Iya, sudah sejauh itu pemikiran kami menyusun masa depan.

Rumah cinta, begitu kami menyebutnya. Abi tinggal di rumah itu sementara aku kos dekat sekolah tempatku mengajar. Semua serasa sangat sempurna, mengalir tanpa halangan.

Sampai suatu hari, Tuhan memperlihatkan kebusukan calon suamiku itu. Saat hari ulang tahunnya, sebuah hadiah sudah aku siapkan untuk mengejutkannya. Aku datang diam-diam dengan ojek yang berhenti cukup jauh dari rumah. Ku pastikan Abi ada karena motornya terparkir di teras rumah. Dengan membawa kue ulang tahun dan hadiah, aku mengendap-endap memasuki rumah yang tak terkunci.

Saat membuka pintu, ku lihat pemandangan yang sangat menyakitkan. Abi dengan seorang perempuan tak ku kenal tengah bergumul mesum di sofa ruang tamu. Aku terpaku, tak mampu melakukan apa-apa. 
"A ... abi" desisku perlahan. Abi dan perempuan itu sama-sama terkejut. 
"Hana!?" sentak Abi dengan mata terbelalak lebar. Abi memunguti baju yang bertebaran di lantai. Sementara perempuan itu berusaha menutupi tubuhnya dengan baju dan kerudungnya. 

Aku hancur, putus asa, putus harapan. Tubuhku serasa tak bertulang, lunglai aku terjatuh ke lantai. Kue yang kubawa jatuh entah ke mana, hadiah jam tangan yang kubawa ku banting dengan kerasnya.

Berhari-hari menangis menyalahkan diri sendiri. Menganggap Tuhan tidak adil karna merenggut cinta sejatiku. Sampai akhirnya tersadar dengan sendirinya, Tuhan sayang banget sama aku, sudah menunjukkan semua keburukan Abi sebelum pernikahan. setidaknya, aku tidak menjadi janda di usia muda.

Cukup sudah tangis dan sedihku. Ku tenggelamkan diri dalam khusu doa, kupasrahkan jiwa raga dalam genggamanNya. Akan ku ikuti alur yang Tuhan tuliskan. Sejak kejadian itu aku memilih mundur. Abi menyalahkan aku karna selalu menolak untuk memuaskannya. Tapi aku hanya akan melakukanya setelah menikah, apakah salah prinsipku?

Tiga bulan kemudian aku dengar Abi sudah menikah. Bulan berikutnya kudengar juga istrinya melahirkan. Ah bodohnya aku selama ini....

Aku berniat membeli hp baru sekaligus mengganti nomor sim card ku. Aku cape di teror tiap hari oleh nomor yang tidak ku kenal. Tapi dari gaya bahasa dan cara bicaranya, itu Abi. Mau apalagi itu orang, aku sudah relakan rumah dan perabotannya mereka kuasai. Aku hanya meminta sejumlah uang sesuai jumlah tabunganku, masih saja menggangguku.

Aku merasa tenang setelah berganti nomor. Aku juga pindah kos dan pindah kerjaan, akhirnya bebas juga dari masa laluku.

Aku berniat pulang kampung karena ponakanku satu-satunya akan sunat. Cuti seminggu kurasa cukup untuk menikmati indahnya suasana desa. Mengobati sisa luka yang kadang masih muncul saat tak sengaja mengingatnya.
Aku memilih naik travel biar santai dan bisa membawa oleh-oleh cukup banyak untuk keluargaku.

Sampai di depan rumah bapak sama ibuku sudah menunggu. Ku lihat air mata kedua orang tuaku berderai, mereka pasti sangat rindu. Aku menghambur ke pelukan mereka.

Aku bersyukur, kedua orang tuaku masih ada dan masih sehat. Masih bisa mendengar doa-doanya terlantun untukku.
"Hana, ibu sama bapak nanti mau bicara ya" kata ibu saat aku tengah memberi makan ayam. aku mengangguk tersenyum ke arah ibu.

Aku duduk di kursi panjang ruang tamu. Ibu menyiapkan teh dan singkong goreng di meja.
"Hana, sebaiknya kamu pergi ke rumah Abi, ada hal yang harus kamu luruskan pada keluarga mereka" kata ibu sambil mengusap rambutku.
"Memangnya ada apa Bu, aku sudah tidak ada urusan sama mereka, aku juga belum pernah bertemu dengan Abi setelah kami pisah" jawabku santai.
"Hana, istri Abi kan kabur meninggalkan Abi dan anaknya, beredar berita kalau kamu main dukun biar mereka bercerai. Apalagi sekarang Abi seperti orang kurang waras semua perempuan yang gendong anak di labrak, sedang yang berjalan sendirian di kejar di kira kamu, memohon-mohon untuk balikan, kasihan sekali " kata ibu sambil menatapku lembut.

Aku terpekur, perkataan ibu membuatku berpikir. Aku tidak dendam, aku ikhlas karna aku yakin memang belum berjodoh. Aku bahkan membiarkan rumah dan isinya mereka ambil. Aku mengalah, aku menjauh tapi ternyata Tuhan punya rencana lain. Apakah itu karma? ... karma penghianat, entahlah, yang  pasti Tuhan tidak tidur, yakinlah balasa itu nyata adanya, tenan kuwii....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Teh tubruk khas Slawi tegal

Ternyata jadi janda nggak seburuk itu.

Ternyata jadi janda nggak seburuk itu. Ternyata jadi janda nggak seburuk itu. Lebih bahagia malah, lebih banyak waktu buat diri sendiri. Kar...