#curhatsoa
Nama akun FB : Annisa.
Aku tipe orang yang nggak terlalu peduli sama uang. Uang, nggak pernah buat aku sakit hati.
Selama menikah 2 tahun, tabungan kami terakhir ada 15jutaan. Hasil dari sama-sama berhemat. Aku jarang masak yang macam-macam di rumah. Ngasih orangtua kalau memang pas orangtua sangat butuh (hal ini udah disampaikan baik-baik). Ya karena memang ada tujuan bersama.
Pas makan siang di luar. Aku tanya ke suami.
"Udah berapa saldo kita?"
Suami nunjukkin layar HP-nya yang hanya tertera 1juta sekian. Aku nggak percaya, sampai kuminta HP-nya dan ngecek sendiri. Syok tentu saja. Lalu suami memberikan uang cash sebanyak 2,3juta.
Aku tanya uangnya buat apa. Kata beliau buat investasi. Aku nggak tahu investasi apaan. Mau nekan suami tadi nggak bisa karena lagi di luar. Terus suami belum bisa pulang masih ada urusan.
Aku patah hati, soalnya kami sama-sama tahu kehidupan yang kami jalani. Sebulan yang lalu aku sempat sakit selama 2 Minggu demam turun-naik. Terus darah rendah, pencernaanku bermasalah, sampai menstruasi telat 18hari yang seumur-umur baru itu mengalami.
Sebab apa? Mungkin kehematan. Makan sering hanya pakai telur berhari-hari. Kulkas yang lagi rusak pun belum sempat diperbaiki. Suami bilang sepertinya kulkas bukan kebutuhan primer. Aku sendiri ngerasa kalau ada kulkas bisa lebih hemat. Belanja sayur-mayur dan ikan bisa disimpan. Aku diam tak merengek. Demi ketaatan sama suami.
Aku nggak pernah melarang hal baik yang mau dilakukan suami. Pernah usaha 3 kali kerjasama dengan temannya (2kali tanpa diskusi sama istri). Gagal. Aku nggak marah.
Kali ini kurasa benar-benar keterlaluan. Beliau punya istri yang teliti soal pemberkasan, bisnis (kekuatan hukumnya), dan metode. Tapi kenapa suamiku tega? Bahkan nggak pernah sekalipun terbahaskan persoalan itu.
Walaupun beliau nenangin aku uangnya bakal balik. Padahal bukan itu yang jadi titik permasalahan. Kenapa suami ngambil keputusan sendiri? Aku ini apa? Aku ini siapa?
Astaghfirullah al'adzhim...
***
Itu sedikit cerita kepelikan yang pernah kualami. Karena kupikir, nggak ada salahnya ngikutin jejak suami yang berhemat. Meski suami memang selalu memberiku uang jajan tiap bulan di OVO. Uang pegangan nggak pernah habis di dompet. Tiap bulan aku selalu beli pakaian (aku hijrah berpakaian syar'i jadi belum banyak stok untuk sehari-hari dan pergi-pergi).
Makanya, yang buat aku patah hati bukan karena uangnya habis. Toh, selama ini hidupku nyaman. Berhemat, itu pilihanku sendiri. Tapi kenapa aku seperti dianggap tidak ada.
Kadang jadinya aku berpikir. Ngapain berkorban menahan diri selama ini. Jika di tengah jalan suami tak melihat usahaku. Tahu gitu aku pakai saja uangnya buat beli kulkas murah yang penting ada. Masak lauk-pauk yang aku suka dan yang aku inginkan :').
***
Terima kasih buat teman-teman yang sudah meluangkan waktu untuk membaca curhatanku.
Tanggapan dari akun FB : Immaa Puspita.
"Hemat itu perlu. Tapi, kalau terlalu hemat, menganggu kesehatan. Big No!
Mulai sekarang, nikmati hidupmu.
Makan apa yg kamu mau sampai kenyang, Beli apa yg kamu suka, liburan bareng suami.
Sebelum tidur, komunikasiin lagi apa maunya istri".
Tanggapan dari akun FB : Roh Hui.
"Bilang terus terang aja kalau berikutnya kamu ingin dilibatkan dalam hal pengambilan keputusan penting, contohnya masalah investasi. Suami-istri itu setara dan saling melengkapi, bukan salah satu harus patuh karena dinafkahi"
Tanggapan dari akun FB : LisTiyana Lilis.
"Sakit bener" sakit hati jika tidak di libatkan perihal kejujuran sama suami,terlebih mbknyaaa bener" ikut prihatin berhemat uang demi si suami,tapi endingnya si suami justru seenaknya memakai uang begitu saja tnp persetujuanMu mbk...Sampaikan ke suami mb,klo mb di gituin trus lama" capek jiwa raga".
Tanggapan dari akun FB : Waway Chan.
"klo berhemat tp sampe sakit kynya perlu di cek lg mba hematnya. semoga bisa segera diperbaiki ya kulkasnya krn itu bnr2 bisa lebih hemat dan sehat.
jgn selalu dipendam, sampein semua unek2 yg ada di hati. termasuk yang alasannya untuk patuh kpd suami. hidup berumah tangga ga bisa cm iya2 aja krn semuanya harus serba saling".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar